Wilayah Kabupaten Maros pada mulanya adalah suatu wilayah kerajaan yang dikenal sebagai Kerajaan Marusu yang kemudian bernama Kabupaten Maros sampai saat ini. Selain nama Maros, masih terdapat nama lain daerah ini, yakni Marusu dan/atau Buttasalewangan. Ketiga nama tersebut oleh sebagian masyarakat Kabupaten Maros sangat melekat dan menjadikan sebagai lambang kebanggaan tersendiri dalam mengisi pembangunan daerah.
Berdasarkan data-data yang diperoleh, terutama salah satu putra daerah, yakni Andi Fahry Makkasau dari bukunya berjudul “Kerajaan-Kerajaan di Maros Dalam Lintasan Sejarah”, memuat sejarah Kabupaten Maros. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Kabupaten Maros pada awalnya adalah sebuah wilayah kerajaan yang dipengaruhi oleh dua kerajaan besar di Sulawesi Selatan, yakni Kerajaan Bone dan Kerjaan Gowa, yang mana pada waktu itu, Maros memiliki nilai strategis yang sangat potensial. Kabupaten Maros dari dulu hingga saat ini dihuni oleh dua suku, yakni Suku Bugis dan Suku Makassar.
Pada masa kemerdekaan, yakni tujuh tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 oleh pemerintah Republik Indonesia dikeluarkan peraturan No. 34 1952 juncto PP. No. 2/1952 tentang pembentukan Afdelling Makassar yang di dalamnya tercakup Maros sebagai sebuah Onderafdelling dengan 16 buah distrik, masing-masing :
1. | Distrik Turikale | Dipimpin oleh Karaeng |
2. | Distrik Marusu | Dipimpin oleh Karaeng |
3. | Distrik Simbang | Dipimpin oleh Karaeng |
4. | Distrik Bontoa | Dipimpin oleh Karaeng |
5. | Distrik Lau’ | Dipimpin oleh Karaeng |
6. | Distrik Tanralili | Dipimpin oleh Karaeng |
7. | Distrik Sudiang | Dipimpin oleh Gelarang |
8. | Distrik Moncongloe | Dipimpin oleh Gelarang |
9. | Distrik Bira | Dipimpin oleh Gelarang |
10. | Distrik Biringkanaya | Dipimpin oleh Gelarang |
11. | Distrik Mallawa | Dipimpin oleh Arung |
12. | Distrik Camba | Dipimpin oleh Arung |
13. | Distrik Cendrana | Dipimpin oleh Arung |
14. | Distrik Laiya | Dipimpin oleh Arung |
15. | Distrik Wanua Waru | Dipimpin oleh Arung |
16. | Distrik Gantarang Matinggi | Dipimpin oleh Arung |
Ke enam belas distrik diatas merupakan pusat-pusat pemerintahan di Kabupaten Maros pada masa lampau yang kemudian berkembang seiring dengan kemajuan pembangunan secara lokal maupun regional, maka sebagian wilayah Kabupaten Maros terintegrasi ke wilayah administrasi Kotamadya Ujungpandang (Ujungpandang berubah nama menjadi Kota Makassar). Adapun wilayah distrik Kabupaten Maros tersebut yang terintegrasi di wilayah administrasi Kota Makassar tersebut adalah Distrik Bira, Suding dan Biringkanaya. Pelepasan wilayah Bira, Sudiang dan Biringkanaya tersebut dari wilayah Kabupaten Maros terjadi pada tahun 70-an.
Wilayah Kabupaten Maros dalam sejarahnya telah mengalami pemekaran wilayah. Pada tahun 1963, Kabupaten Maros terbagi atas 4 (empat) kecamatan, yakni Kecamatan Maros Baru, Bantimurung, Mandai, dan Camba. Memasuki tahun 1989, diadakan pemekaran wilayah kecamatan dengan dibentuknya 3 (tiga) kecamatan perwakilan, yakni Kecamatan Perwakilan Tanralili, Maros Utara, dan Mallawa, yang hingga saat ini saat ini terdapat 14 wilayah kecamatan. Masing-masing wilayah kecamatan tersebut memiliki potensi tersendiri dalam menunjang pembangunan wilayah. Disampin itu, Kabupaten Maros memiliki peranan yang sangat berarti dalam pembangunan Kota Makassar sebagai ibukota provinsi dan sekaligus sebagai pusat pengembangan wilayah Kawasajn Timur Indonesia (KTI). Peluang inilah membawa pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan wilayah Kabupaten Maros, terutama wilayah-wilayah yang berbatasan dengan Kota Makassar. Sedangkan rencana pembangunan wilayah secara eksternal, sebagian wilayah Kabupaten Maros masuk dalam pengembangan Kawasan Mamminasata sebagai kawasan kota metropolitan.
Setelah menjalani titian sejarah selama lima abad dimulai dengan berdirinya Kerajaan Marusu pada awal abad XV yang selanjutnya terjadi kehidupan yang berdinamika bagi setiap kerajaan mulai dari sistem Monarki menjadi daerah Regentschap kemudian menjadi daerah Adat Gemeenschap sampai dekade terakhir menjadi distrik, maka dalam sebuah masa peralihan antara fase pemerintahan klasik/tradisional dengan pemerintahan konstitusional lahir Undang-undang No. 29 Tahun 1959 (14 tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945).
Undang-undang tersebut menjadi dasar hukum berdirinya Kabupaten Daerah Tingkat II se Sulawesi Selatan termasuk didalamnya adalah Kabupaten Maros yang meliputi gabungan tiga persekutuan adat. Setelah terbentuknya Maros sebagai wilayah administrasi kabupaten dari tahun 1960 sampai sekarang, telah dipimpin oleh 11 (sebelas) Bupati Kepala Daerah.
Kabupaten Maros dengan ibukota kabupaten adalah Kota Maros yang berperan sebagai pusat pemerintahan dengan segala aktivitas sosial, ekonomi, budaya, dan politikterletak di Kecamatan Turikale. Jika dilihat dari gegrafis wilayah yang lebih mikro, Kota Maros terbagi atas 3 (tiga) segmen kawasan yang merupakan bagian dari pusat-pusat pemerintahan Kabupaten Maros dan dihubhungkan oleh jaringan jalan arteri. Sedangkan ditinjau dari perkembangan wilayah, juga terjadi pada arah jaringan jalan arteri sekunder yang menghubungkan dengan wilayah Kabupaten Bone, yang meliputi wilayah Kecamatan Bantimurung, Simbang, Cenrana, Camba dan Mallawa.
Gambar 1. Foto Tugu Kota Maros di Pusat Kota Lama
Secara umum, wilayah Kabupaten Maros memiliki peranan yang sangat besar terhadap pembangunan regional dan nasional melalui peranannya dalam berbagai aspek, yakni :
- Pusat pelayanan transportasi udara internasional, yakni Bandar Udara Sultan Hasanuddin. Bandar udara ini terletak di Kecamatan Mandai yang merupakan wilayah perbatasan dengan Kota Makassar. Pertumbuhan pelayanan bandar udara Hasanuddin yang begitu pesatnya, sehingga dilakukan pengembangan bandar udara baru dengan luas lahan pengembangan 554,6 Ha. Bandar udara Hasanuddin merupakan wilayah pintu gerbang Sulawesi Selatan dan KTI yang mengindikasikan bahwa Kabupaten Maros adalah gerbang utama pembangunan regional dan nasional.
- Pusat Penelitian Pertanian, yakni dengan adanya pengembangan Balai Penelitian Tanaman Sereal dan Tanaman Pangan yang berlokasi di Kecamatan Turikale. Balai penelitian ini melakukan serangkaian penelitian untuk menghasilkan inovasi teknologi pertanian sekaligus mendiseminasikan secara terarah guna mendukung upaya peningkatan produksi pertanian sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh Provinsi Sulawesi Selatan.
- Pusat Penelitian Kelautan dan Perikanan, yakni dengan adanya kawasan riset tentang potensi kelautan dan perikanan. Hal iniu sangat mendasar karena wilayah Kabupaten Maros sebagai daerah pesisir dengan kontribusi pada sektor perikanan di Sulawesi Selatan cukup besar, terutama dalam memenuhi kebutuhan wilayah Kota Makassar sebagai ibukota provinsi Sulawesi Selatan. Disamping itu, kegiatan perikanan yang diusahakan dan dikembangkan oleh masyarakat Kabupaten Maros adalah perikanan budidaya air payau yang mencapai luas tambak 9.461,53 Ha.
- Militer, yaitu wilayah Kabupaten Maros merupakan wilayah yang dijadikan sebagai Pusat Pelatihan dan Pendidikan TNI-AD, yaitu dengan adanya kawasan pelatihan dan pendidikan Kostrad TNI-AD. Lokasi kegiatan ini berlokasi pada dua kecamatan, yakni Sambueja Kecamatan Bantimurung dan Kariango Kecamatan Tanralili. Disamping itu, Kecamatan Mandai juga di jadikan sebagai pangkalan udara TNI Angkatan Udara yang berlokasi di Bandar Udara Sultan Hasanuddin.
- Pusat Kegiatan Keagamaan, yakni suatu kegiatan yang dilakukan oleh jamaah Halwatiah Sammang. Pada setiap hari besar Maulid Nabi Muhammad SAW, jamaah Halwatiah Sammang bersatu melakukan sikir akbar yang berlokasi di Patte’ne Kecamatan Marusu. Asal jamaah Halwatiah Sammang tersebut telah tersebar diseluruh nusantara, bahkan ada yang berasal dari Malaysia.
- Bagian Wilayah Pengembangan Kawasan Metropolitan Mamminasata, yaitu suatu kebijakan pengembangan wilayah yang pertama di KTI, dimana sebagian wilayah Kabupaten Maros masuk dalam Kawasan Perkotaan Metropolitan tersebut. Wilayah Kecamatan yang masuk dalam pengembangan ini adalah Kecamatan Mandai, Moncongloe, Tompobulu, Bantimurung, Marusu, Turikale, Tanralili, Lau, Maros Baru, Simbang, Bantimurung, dan Bontoa. Dari luas wilayah pengembangan Kawasan Mamminasata sebesar 2.462 Km2, wilayah Kabupaten Maros yang menjadi bagian kawasan pengembangan tersebut adalah 1.039 Km2 atau 42,20%. Hal ini tentunya sangat memberi manfaat bagi wilayah Kabupaten Maros ditinjau dari segi penyediaan dan pembangunan infrastruktur, penyediaan lapangan kerja, penyerapan tenaga kerja, PAD dan lain sebagainya.
Gambar 2. Foto Terminal Bandar Udara Hasanuddin pada Malam Hari
Gambar 3. Foto Kawasan Balai Penelitian Tanaman Sereal
Gambar 4. Foto Kawasan Badan Riset Kelautan dan Perikanan di Maros
Gambar 5. Foto Gerbang Pangkalan Angkatan Udara Sultan Hasanuddin di Mandai
Gambar 6. Foto Situasi Jamaah Halwatiah Sammang Pada Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang Diselenggarakan Tiap Tahun
Gambar 7. Peta Administrasi Wilayah Kawasan Mamminasata
sumber:http://maroskab.go.id/
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
Komentar sesukanya sob...
yang penting sopan dan membangun.........
Nyepam langsung di hapus....